5 PESAN ALI BIN ABU THALIB:
Pesan pertama adalah berharap hanya kepada Allah dan percaya penuh kepada-Nya. Inilah inti dari sikap zuhud.
Oleh karenanya, seorang ahli ibadah dari generasi Tabi’in, Yunus bin
Maisarah bin Halbas al-Jublani, berkata, “Kezuhudan di dunia itu bukan
dengan mengharamkan yang halal, tidak pula dengan menyia-nyiakan harta,
akan tetapi kezuhudan di dunia adalah jika kepercayaanmu kepada apa yang
ada di tangan Allah lebih kuat dibanding kepercayaanmu kepada apa yang
ada di tanganmu; jika keadaanmu ketika tertimpa musibah dan keadaanmu
ketika tidak tertimpa adalah sama; dan jika orang yang mencelamu maupun
menyanjungmu dalam kebenaran adalah sama.” (Riwayat al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Akan tetapi, dewasa ini betapa banyak orang yang “merasa mampu”
sehingga lalai dari berdoa, semata-mata mengandalkan rekadayanya
sendiri, dan benar-benar lupa kepada Allah. Ini bukan berarti kita
disuruh tidak berupaya dan semata-mata bersandar pada “kepercayaan”,
karena Rasulullah sendiri menganjurkan umatnya untuk berusaha mencari
yang halal, serta mencela orang yang mengemis, malas dan hanya menjadi
beban orang lain. Masalahnya tidak boleh dikacaukan dan dicampuradukkan.
Pesan kedua adalah senantiasa meneropong diri sendiri, ber-muhasabah dan bertaubat. Sebagai manusia biasa, kita tidak ditakdirkan untuk ma’shum
(terpelihara dari dosa), dan Allah pun tidak membebani kita melebihi
kemampuan kita. Namun, adalah berbeda antara mereka yang sengaja
berkubang dalam kemaksiatan dan tenggelam dalam kedurjanaan, dengan
mereka yang berusaha sekuat tenaga menaati Allah dan menjauhi dosa-dosa,
lalu tersandung kesalahan-kesalahan tanpa disengaja. Kelompok pertama
itu tidak pernah menyesal, tetapi yang kedua selalu beristighfar dan
memperbaiki diri. Tentu saja, Allah tidak akan memperlakukan mereka
secara sama.
Pesan ketiga adalah anjuran untuk tidak
segan-segan bertanya dan belajar, ketika kita tidak tahu. Bukankah
kebanyakan penyimpangan dan kesesatan bersemi dari benih-benih
kebodohan, prasangka, dan kemalasan mencari ilmu? Sebagian besar
pengikut aliran sesat adalah orang-orang bodoh yang tidak mau belajar,
lalu menuruti hawa nafsunya yang telah dihias oleh syetan. Mereka bukan
tidak bersekolah, tetapi tidak mengerti urusan agamanya, walau sangat
mahir dalam urusan duniawi. Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya
Allah membenci setiap orang yang keras-kasar-angkuh tabiatnya, gemar
mengumpulkan harta namun pelit, suka berteriak-teriak di pasar-pasar,
seperti bangkai di malam hari dan seperti keledai di siang hari, sangat
mengerti urusan dunia tetapi tidak tahu-menahu urusan akhirat.” (Riwayat Ibnu Hibban dari Abu Hurairah, dengan sanad shahih ‘ala syarthi muslim).
Pesan keempat adalah tidak malu mengakui
ketidaktahuan kita, jika ditanya atas sesuatu yang tidak kita mengerti.
Penyakit “segan” seperti ini mudah menghinggapi para ulama, profesor,
guru, trainer, penceramah, dan tokoh-tokoh terpandang. Apalagi jika
sudah terkenal dan dikagumi oleh banyak pengikut. Dalam hal ini, ‘Ali
bin Abi Thalib pernah berkata, “Betapa sejuknya di hati, ketika saya
ditanya tentang sesuatu yang saya sendiri tidak mempunyai ilmu
tentangnya, kemudian saya katakan: Allahu a’lam.” (Riwayat Darimi, dengan sanad lemah).
Dikisahkan pula, bahwa seseorang datang kepada Ibnu ‘Umar lalu
bertanya kepada beliau tentang sesuatu hal. Beliau menjawab, “Saya tidak
punya ilmunya.” Beliau kemudian berpaling setelah orang itu beranjak
pergi, dan berkata, “(Inilah) sebaik-baik ucapan yang dikatakan oleh
Ibnu ‘Umar! Ia ditanya tentang sesuatu yang tidak ia ketahui, lalu ia
menjawab: saya tidak punya ilmunya.” (Riwayat Darimi, dengan isnad hasan).
Pesan kelima adalah berpegang kepada
kesabaran. Sungguh, kesabaran dan menahan diri merupakan akhlak yang
sangat sering dipesankan oleh Allah kepada kaum muslimin dalam
wahyu-wahyu yang mula-mula turun kepada Rasulullah, baik secara tersirat
maupun tersurat. Perhatikanlah isi kandungan surah-surah al-‘Alaq,
al-Qalam, al-Muddatsir dan al-Muzzammil; disana terpampang pesan-pesan
kesabaran secara nyata. Bahkan, dalam surah al-‘Ashr, Allah menjadikan
“saling berpesan dengan kesabaran” sebagai bagian dari sifat orang-orang
yang tidak merugi di dunia ini, digandengkan dengan beriman, beramal
shalih, serta saling berpesan dengan kebenaran. Rasulullah pun pernah
ditanya, “Bagian manakah yang paling utama dari iman?” Beliau menjawab, “Kesabaran dan lapang dada.” (Dikutip oleh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-‘Aliyah, dari Jabir, dan menurut beliau isnad-nya hasan).
Inilah lima pesan ‘Ali bin Abi Thalib yang sangat berharga. Semoga kita dapat mengambil manfaat darinya. Amin. Wallahu a’lam.
Pesan pertama adalah berharap hanya kepada Allah dan percaya penuh kepada-Nya. Inilah inti dari sikap zuhud.
Oleh karenanya, seorang ahli ibadah dari generasi Tabi’in, Yunus bin
Maisarah bin Halbas al-Jublani, berkata, “Kezuhudan di dunia itu bukan
dengan mengharamkan yang halal, tidak pula dengan menyia-nyiakan harta,
akan tetapi kezuhudan di dunia adalah jika kepercayaanmu kepada apa yang
ada di tangan Allah lebih kuat dibanding kepercayaanmu kepada apa yang
ada di tanganmu; jika keadaanmu ketika tertimpa musibah dan keadaanmu
ketika tidak tertimpa adalah sama; dan jika orang yang mencelamu maupun
menyanjungmu dalam kebenaran adalah sama.” (Riwayat al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Akan tetapi, dewasa ini betapa banyak orang yang “merasa mampu”
sehingga lalai dari berdoa, semata-mata mengandalkan rekadayanya
sendiri, dan benar-benar lupa kepada Allah. Ini bukan berarti kita
disuruh tidak berupaya dan semata-mata bersandar pada “kepercayaan”,
karena Rasulullah sendiri menganjurkan umatnya untuk berusaha mencari
yang halal, serta mencela orang yang mengemis, malas dan hanya menjadi
beban orang lain. Masalahnya tidak boleh dikacaukan dan dicampuradukkan.
Pesan kedua adalah senantiasa meneropong diri sendiri, ber-muhasabah dan bertaubat. Sebagai manusia biasa, kita tidak ditakdirkan untuk ma’shum
(terpelihara dari dosa), dan Allah pun tidak membebani kita melebihi
kemampuan kita. Namun, adalah berbeda antara mereka yang sengaja
berkubang dalam kemaksiatan dan tenggelam dalam kedurjanaan, dengan
mereka yang berusaha sekuat tenaga menaati Allah dan menjauhi dosa-dosa,
lalu tersandung kesalahan-kesalahan tanpa disengaja. Kelompok pertama
itu tidak pernah menyesal, tetapi yang kedua selalu beristighfar dan
memperbaiki diri. Tentu saja, Allah tidak akan memperlakukan mereka
secara sama.
Pesan ketiga adalah anjuran untuk tidak
segan-segan bertanya dan belajar, ketika kita tidak tahu. Bukankah
kebanyakan penyimpangan dan kesesatan bersemi dari benih-benih
kebodohan, prasangka, dan kemalasan mencari ilmu? Sebagian besar
pengikut aliran sesat adalah orang-orang bodoh yang tidak mau belajar,
lalu menuruti hawa nafsunya yang telah dihias oleh syetan. Mereka bukan
tidak bersekolah, tetapi tidak mengerti urusan agamanya, walau sangat
mahir dalam urusan duniawi. Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya
Allah membenci setiap orang yang keras-kasar-angkuh tabiatnya, gemar
mengumpulkan harta namun pelit, suka berteriak-teriak di pasar-pasar,
seperti bangkai di malam hari dan seperti keledai di siang hari, sangat
mengerti urusan dunia tetapi tidak tahu-menahu urusan akhirat.” (Riwayat Ibnu Hibban dari Abu Hurairah, dengan sanad shahih ‘ala syarthi muslim).
Pesan keempat adalah tidak malu mengakui
ketidaktahuan kita, jika ditanya atas sesuatu yang tidak kita mengerti.
Penyakit “segan” seperti ini mudah menghinggapi para ulama, profesor,
guru, trainer, penceramah, dan tokoh-tokoh terpandang. Apalagi jika
sudah terkenal dan dikagumi oleh banyak pengikut. Dalam hal ini, ‘Ali
bin Abi Thalib pernah berkata, “Betapa sejuknya di hati, ketika saya
ditanya tentang sesuatu yang saya sendiri tidak mempunyai ilmu
tentangnya, kemudian saya katakan: Allahu a’lam.” (Riwayat Darimi, dengan sanad lemah).
Dikisahkan pula, bahwa seseorang datang kepada Ibnu ‘Umar lalu
bertanya kepada beliau tentang sesuatu hal. Beliau menjawab, “Saya tidak
punya ilmunya.” Beliau kemudian berpaling setelah orang itu beranjak
pergi, dan berkata, “(Inilah) sebaik-baik ucapan yang dikatakan oleh
Ibnu ‘Umar! Ia ditanya tentang sesuatu yang tidak ia ketahui, lalu ia
menjawab: saya tidak punya ilmunya.” (Riwayat Darimi, dengan isnad hasan).
Pesan kelima adalah berpegang kepada
kesabaran. Sungguh, kesabaran dan menahan diri merupakan akhlak yang
sangat sering dipesankan oleh Allah kepada kaum muslimin dalam
wahyu-wahyu yang mula-mula turun kepada Rasulullah, baik secara tersirat
maupun tersurat. Perhatikanlah isi kandungan surah-surah al-‘Alaq,
al-Qalam, al-Muddatsir dan al-Muzzammil; disana terpampang pesan-pesan
kesabaran secara nyata. Bahkan, dalam surah al-‘Ashr, Allah menjadikan
“saling berpesan dengan kesabaran” sebagai bagian dari sifat orang-orang
yang tidak merugi di dunia ini, digandengkan dengan beriman, beramal
shalih, serta saling berpesan dengan kebenaran. Rasulullah pun pernah
ditanya, “Bagian manakah yang paling utama dari iman?” Beliau menjawab, “Kesabaran dan lapang dada.” (Dikutip oleh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-‘Aliyah, dari Jabir, dan menurut beliau isnad-nya hasan).
Inilah lima pesan ‘Ali bin Abi Thalib yang sangat berharga. Semoga kita dapat mengambil manfaat darinya. Amin. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !